A.
Kondisi
Jepang sebelum Restorasi Meiji
Sebelum dimulainya zaman Meizi, kondisi di Jepang telah
mengalami beberapa perubahan didalam sektor pemerintahan, disini kekuasaan
tertinggi di tangan Tokugawa dan zaman ini lebih dikenal dengan zaman Edo.
Berbicara
mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo
(1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa.
Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa waktu itu berpusat di
kota Edo (Tokyo). Zaman Edo atau sering juga disebut masa Tokugawa adalah zaman
yang sangat berpengaruh bagi Jepang modern, bukan hanya karena zaman ini adalah
satu masa sebelum Restorasi Meiji yang menjadi gerbang modernisasi di Jepang
tetapi karena pada masa ini unsur-unsur budaya Jepang berkembang dengan pesat.
Berbagai kemajuan Jepang dicapai pada masa ini, mulai dari lahirnya berbagai
bentuk kesenian sampai sistem perekonomian yang maju, masyarakatnya pun tidak
hanya mengalami kemajuan tetapi juga menjadi landasan terbentuknya masyarakat
Jepang modern.
Nio Joe Lan
(1962:89) membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan kemantapannya atas
tiga periode :
1.
Periode pertama
tahun 1603-1632
Periode
pertama adalah masa shogun Ieyashu (1603-1605)sampai pada masa shogun Hidetada
(1605-1632). Pada periode ini berkembang aliran Konfusionis yang bertujuan demi
kepentingan politik.
2.
Periode
kedua tahun 1633-1854
Periode
kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa, yang diperintah oleh sepuluh
generasi Tokugawa, dari Iemitsu (1633-1651) sampai shogun Ieyoshi (1837-1853).
3.
Periode
ketiga tahun 1855-1867
Periode
ketiga adalah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan
kepada kekaisaran (1853-1867) diperintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu
Shogun Iesada, Iemochi dan Yoshinobu.
Pemerintah Tokugawa mengalami masa kejayaan yang panjang
tetapi pada abad ke-19, kekuasaan Tokugawa mulai mengalami kemunduran. Kaum
samurai makin mengalami kesulitan keuangan dan hutang yang terus meningkat. Di
kota-kota mulai terjadi ketegangan-ketegangan antara pedagang kaya dengan
rakyat miskin, di desa-desa mulai ada perbedaan antara yang memiliki tanah dan
yang tidak memiliki tanah (Suryohadiprojo,1982:21).
Selain penyebab diatas, faktor lain
yang meyebabkan runtuhnya pemerintahan Tokugawa adalah berikut ini:
a.
Kaikoku (Pembukaan Negara)
Selama kurang lebih 250 tahun Jepang menutup diri dari
pengaruh luar. Jepang tidak menyadari adanya kemajuan-kemajuan yang diperoleh
bangsa barat, terutama dalam bidang industri. Perkembangan kapitalisme
mengakibatkan revolusi industri, sehingga bangsa barat melihat luar negeri
untuk mencari daerah pemasaran bagi hasil industrinya dan mencari sumber bahan
baku yang baru. Menjelang akhir abad ke-17 bangsa barat mendesak untuk
mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan Jepang. Bangsa barat yang pertama
datang ke Jepang adalah Rusia (Nurhayati,1987:33)
Pada tahun 1853 Amerika mengirimkan utusan yang dipimpin oleh
Commodore Matthew.C. Perry yang masuk ke Jepang melalui teluk Edo. Menurut
Nurhayati (1987 ;35), Perry membawa surat resmi dari presiden Amerika Serikat
yang menyatakan ingin mengadakan hubungan dagang dengan Jepang dan juga
dijelaskan bahwa kedatangan Perry adalah untuk meminta :
1. Perlindungan
bagi pelaut Amerika yang mengalami kecelakaan di laut.
2.
Pembukaan kota-kota pelabuhan bagi kapal-kapal
Amerika untuk melakukan perbaikan kapal dan menambah perbekalan.
3.
Pembukaan kota-kota pelabuhan untuk perniagaan.
Setelah surat itu disampaikan, pemerintahan bakufu meminta waktu
satu tahun untuk mempertimbangkan hal tersebut. Setahun kemudian Perry kembali
lagi ke Jepang dengan membawa armada perangnya untuk memaksa Jepang agar mau
membuka hubungan dengan Amerika. Perry tidak segan-segan mengancam dengan
kekerasan. Rakyat Jepang menolak kedatangan bangsa asing dan mereka menyerukan
slogan yang dikenal dengan Sonno Joi yang berarti hormati Tenno dan usir
kaum biadab (maksudnya orang-orang asing). Mereka menunjukkan sikap yang anti
terhadap bangsa asing. Di beberapa wilayah rakyat Jepang mengadakan
kekacauan-kekacauan untuk mengusir bangsa Barat (Nurhayati,1987:45).
Pada
tanggal 31 Maret 1854 pemerintah Tokugawa akhirnya menandatangani perjanjian
dengan Amerika di Kanagawa yakni sebuah kampong nelayan di Yokohama, lalu
Amerika menempatkan Konsul Jendral yang bernama Townsend Harris di Yokohama.
Dengan demikian akhirnya Jepang dibuka setelah pengasingan yang berlangsung
sepanjang 250 tahun dan tidak lagi merupakan sebuah negara terpencil dari
masyarakat dunia (Nurhayati,1987:33).
b.
Pemberontakan dalam Negeri
Sejak terjadinya pembukaan negara, pemberontakan dalam
negeri semakin meningkat karena rakyat Jepang tidak menginginkan perjanjian
tersebut ditandatangani oleh pemerintahan Tokugawa, terutama pihak kekaisaran
karena perjanjian itu belum memperoleh izin dari kaisar. Penandatanganan
perjanjian ini menimbulkan kekesalan dan gerakan anti pemerintahan bakufu yang
diwakili oleh daimyo Tozama. Hal-hal yang mereka tentang antara lain adalah
menentang adanya hubungan dagang dengan orang asing, menginginkan pengembalian
fungsi politik kepada kaisar, dan ingin menegakkan kembali pemujaan terhadap
Tenno dan agama Shinto serta kembali pada Shintoisme yang murni sebagai reaksi
dari Ryobu Shinto dan Budhisme (Nurhayati,1987:45).
Perjanjian dengan negara Barat juga membawa dampak
dimana perdagangan berkembang pesat. Golongan petani merupakan produsen yang
sangat membantu kehidupan golongan lain. Tetapi mereka sangat menderita karena
diwajibkan membayar pajak yang sangat tinggi dengan sebagian hasil panen
mereka. Ada semboyan yang berbunyi “kepada petani jangan diberi kehidupan
maupun kematian” artinya bahwa setiap petani harus ditempatkan sebagai kelas
masyarakat yang hanya wajib berproduksi dan membayar pajak.
Akibatnya kehidupan petani semakin sulit dan akhirnya
banyak yang meninggalkan lahan pertaniannya dan menjadi buruh tani di tanah
pertanian orang lain. Mereka juga mulai membentuk kelompok-kelompok untuk
membela haknya dengan kekerasan, memberontak, dan melawan pemerintah
(Nurhayati,1987:19). Pemberontakan petani yang tidak puas terhadap pemerintah
semakin hari semakin mengacaukan keadaan Jepang saat itu. Disamping bencana
alam dan bahaya kelaparan yang sering terjadi pada pemerintahan Tokugawa
menambah semangat rakyat untuk meruntuhkan kedudukan shogun.
Akibat dari penandatanganan perjanjian tersebut,
pemerintah Tokugawa tidak lagi memperoleh kepercayaan dari rakyat untuk
melindungi mereka dari pengaruh luar dan tidak dapat memberikan perlindungan
terhadap rakyatnya.
Alasan ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin
menggulingkan kekuasaan Tokugawa. Setelah terjadi beberapa peristiwa buruk,
maka pada tahun 1867 pemerintah Tokugawa menyerahkan kekuasaan pada kaisar
Meiji. Dengan demikian pemerintahan Tokugawa berakhir dan kekuasaan penuh
berada di tangan kaisar (Sihombing,1997:51).
B.
Proses
terjadinya Restorasi Meiji
Pada tahun
1853, komodor Matthew C. Perry dari Amerika Serikat memasuki teluk Tokyo dengan
kekuatan satu kuadron, sebanyak empat kapal. Ia kembali tahun berikutnya dan
berhasil membujuk Jepang untuk membuat perjanjian persahabatan dengan
negaranya. Pada tahun yang sama menyusul perjanjian-perjanjian serupa dengan
Rusia, Inggris dan Belanda, sehingga Jepang kembali terbuka bagi dunia luar.
Perjanjian-perjanjian tersebut diubah empat tahun kemudian menjadi perjanjian
perdagangan, dan kemudian perjanjian yang serupa dibuat dengan Perancis.
Kejadian-kejadian
tersebut berdampak meningkatkan tekanan arus sosial dan politik yang
meggerogoti fondasi struktur feodal. Selama kira-kira satu dasawarsa terjadi
kekacauan besar, sampai sistem feodal keshogunan Tokugawa runtuh pada tahun
1867 dan kedaulatan dikembalikan sepenuhnya kepada kaisar dalam Restorasi Meiji
pada tahun 1868.
Runtuhnya
pemerintahan Tokugawa merupakan berakhirnya zaman Edo yang ditandai dengan
penyerahan kekuasaan Shogun Keiki kepada kaisar Meiji. Zaman baru ini disebut
zaman Meiji yang berlangsung antaa 1868-1912. Kaisar Meiji juga dipanggil sebagai
kaisar Mutsuhito. Sebagai pusat pemerintahan maka kota Edo diganti namanya
dengan Kyoto, dan pada tahun 1869 ibu kota di pindahkan dari Kyoto ke Tokyo
(Suradjaja,1984:21).
Pada masa
inilah Jepang bergerak memodernisasikan diri dalam segala bidang, yang dikenal
dengan Restorasi Meiji, dimana
Jepang membangun sistem pemerintahan, ekonomi bahkan budaya dengan mencontoh
negara-negara Barat.
Masa Meiji
(1868-1912) merupakan salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah
bangsa-bangsa. Di bawah pimpinan Kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga
hanya dalam beberapa dasawarsa mencapai apa yang diinginkan dimana di Barat
memerlukan waktu berabad-abad lamanya. Hal yang dicapai tersebut adalah
pembentukan suatu bangsa yang modern yang memiliki perindustrian modern,
lembaga-lembaga politik modern, dan pola masyarakat yang modern.
Golongan-golongan lama yang selama masa feodal membuat masyarakat terbagi
dihapuskan. Seluruh negari terjun dengan semangat dan antusiasme ke dalam studi
dan pengambilalihan peradaban Barat modern.
Perekonomian
pada masa Tokugawa masih sangat terbatas dan hanya bersifat perdagangan antar
daerah melalui laut pedalaman dan hanya berkisar pada beras dan tekstil. Ini
dipengaruhi oleh sikap samurai yang memandang rendah kepada perdagangan dan
segala hal yang bersangkutan dengan uang. Selain itu, pemerintah Tokugawa juga
melarang untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri.
Maka setelah
Restorasi Meiji, perekonomian Jepang memperoleh kesempatan yang baik untuk
mulai berkembang dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan. Pembaharuan yang
paling utama adalah penghapusan sistem feodal yang diterapkan oleh Tokugawa,
sehingga terbukalah peluang untuk rakyat Jepang terhadap pendidikan yang meniru
sistem pendidikan dunia Barat, selain dengan menerapkan sistem moneter, sistem
pajak yang memungkinkan berkembangnya kapitalis atau kaum pemodal. Selain itu,
pemerintah Meiji juga mendatangkan tenaga-tenaga ahli dan mengimpor mesin-mesin
pabrik untuk ditiru, sehingga Jepang mampu membangun dan memodernisasikan
industrinya.
Daftar Rujukan
Beasley,W.G.2003.Pengalaman Jepang : Sejarah Singkat Jepang. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Lon, N. J. 1962. Djepang Sepanjang Masa.Djakarta: PT
Kinta.
Suradjaja, I. K.
1984. Pergerakan Demokrasi Jepang. Jakarta:
PT. karya Unpress.
Suryohadiprojo, S.
1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam
Perjuangan Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar