A.
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Tanggal 14 agustus 1950 adalah
kembalinya republlik indonesia sebagai negara kesatuan setelah republik
indonesia mendapay pengakuan kemerdekaan, pada tanggal 27 desember 1949 dari
pemerintah belanda sebagai hasil komferensi meja bundar (kmb) yang diadakan di
negeri belanda (den haag) pada tanggal 23 agustus 1949.
Sejak republki indonesia kembali
sebagai negara kesatuan untuk memperbaiki keadaan perekonomian indonesia dalm
negeri, berbagai sistem, cara dan kebijaksanaan telah ditempuh, hal ini
ditunjang pula dengan adanya kenaikan ekspor indonesia akibat “korea boom”
perang korea mengkibatkan kenaikan pada komoditi eksppor indonesia.
Namun segala usaha pemerintah saat
itu utuk dapat memperbaiki kehidupan ekonomi dalam negeri dengan berbagai
sistem, cara dan kebijaksanaa tidaklah memperoleh hasil sebagaimana diharapkan.
Ketidak berhasilan pemerintah saat itu kiranya dapat diutarakan antara lain
sebagai berikut :
Sejak indonesia memproklamirkan
kemerdekaan di tahun 1945, secara resmi ia sudah memiliki perencanaan
pembangunan dalam setiap periode pemerintahan yang dimulai sejak dibentuknya
komite pembangunan strategis pada tahun 1947. Namun karena komite tersebut
dibentuk pada saat revolusi melawan penjajahan belanda, sehingga tidak
memungkinkan pada saat itu untuk melaksanakan perencanaan ekonomi, progam
pemerintah pada saat itu diarahkan pada diplomasi politik dan perang melawan
belanda yang berupanya merebut kembali indonesia bekas jajahannya. Kemudisn
setelah republik indonesia kembali sebagai Negara kesatuan (14 agustus 1950),
pemerintah pada saat itu menyunsun suatu program yang disebut “program banteng”
1. Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa
awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi,
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda
sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI. Kas
negara kosong.
Eksploitasi besar-besaran di masa
penjajahan.
2. Masa Demokrasi Liberal
(1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip
liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih
lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia
yang baru merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi,
antara lain;
a.
Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.
Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi
dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor
asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya
hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c.
Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d.
Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain : a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959
menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp
50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan. b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk
mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam
pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%. c) Devaluasi yang
dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan
angka inflasi. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu
diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada
masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga
sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem
demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur
(sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
4. ORDE
BARU
Pada
awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana
dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan
pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka
dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi
pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur
tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam
kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan
sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini
adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai
berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan
ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur
pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda,
penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan
pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan
yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).Hasilnya, pada tahun 1984
Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan
penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah
kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun
dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan
sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan
dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan
utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan
bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara
fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis
yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang
paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah
dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama
ekonomi.
1. Rencana lima tahun pertama
a.
Disusun oleh perancang negara yang kemudian merupakan rencana ekonomi
pemerintah saat itu.
b. Pada saat itu situasi makin tidak menentu sebagai akibat
perasaan anti belanda yang kian meningkat dalam dalam persoalan irian barat
yang berkelanjutan dengan pengambil alihan perusahaan-perusahaan belanda.
2.
REPELITA
a. REPELITA di susun oleh bapenas dengan mengikut sertakan
seluruh lapisan masyarakat melalui diskusi-diskusi.
b. REPELITA yang merupakan suatu rencana indikatif yang
meliputi jangka waktu lima tahun, diterjermahkan secara lebih lengkap dan
terperinci dalam rencana tahunan.
c. Rencana tahunan tersebut dirumuskan secara terperinci
sampai tingkat proyek-proyek berdasarkan prioritas sektoral, dengan sasaran
biaya yang jelas yang tercermin dalam APBN.
d. REPELITA adalah penjabaran dari GHBN yang ditetapkan
sendiri oleh rakyat melalui DPR.
5.
ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di
mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
6.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah
pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a.
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun.
b.
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali
untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
B. SISTEM EKONOMI INDONESIA
Sesuai dengan isi pembukaan UUD
1945, antara lain menyatakan bahwa, salah satu tujuan negara indonesia adalah
untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas dari pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” UUD 1945. Yaitu “negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.
a.
Peran Sistem Ekonomi dan Evolusinya dalam Pembangunan Nasional
Setiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk
mensejahterakan rakyatnya harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya
peningkatan kesejahteraan umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi sedangkan upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas
bangsa umumnya dilakukan melalui proses pembangnan. Dalam hubungan ini,
pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu
sistem ekonomi tertentu, sedangkan pembangunan merupakan upaya pengembangan
sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi
yang dianut maka akan lebih terbuka kemungkinan terjadinya perselisihan
pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang patut ditempuh dalam mengatasi
berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang dihadapi suatu bangsa. Walaupun
dalam proses pembentukan public policy selalu terdapat suatu public debate,
namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu sistem ekonomi maka akan diredam
terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim ke ekstrim lain yang selain
dapat memperlamban proses pengambilan keputusan juga akan menciptakan iklim
ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya menganggu stabilitas ekonomi dan
politik.
Dalam pada itu, pengembangan sistem
ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari pengembangan identitas kebangsaannya,
tidak terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai sistem di bidang
non-ekonomi, seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan sistem sosial
budayanya. Walaupun akan berkembang dengan laju yang tidak sama, pengembangan
setiap sistem ini umumnya akan berjalan dalam satu arah, di mana sistem yang
satu akan mempengaruhi sistem lainnya. Umumnya, semakin maju perekonomian suatu
negara maka akan berevolusi sistem ekonominya dari etatisme menuju ke
lberalisme dan bersamaan dengan ini sistem politiknya akan cenderung bergerak
dari sistem yang otoriter menjadi yang lebih demokratis.
Suatu ilustrasi lain tentang harus
terkaitnya pembangunan ekonomi dan pembangunan di bidang politik dan lain-lain
bidang non-ekonomi dapat dikutip teori Rostow dalam bukunya “Stages of Economic
Growth” (Rostow, 1966). Rostow menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
negara akan terhambat apabila pertumbuhan itu tidak ditopang oleh nilai-nilai
sosial-budaya yang rasional.
b.
Konsep Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi merupakan keseluruham dari berbagai institusi
ekonomi yang berlaku di suatu perekonomian untuk mengatur bagaimana sumber daya
ekonomi yang terdapat di perekonomian tersebut didayagunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Berbagai institusi ekonomi ini mengatur bagaimana
dibuatnya keputusan yang menyangkut hal-ihwal ekonomi dan bagaimana sumber daya
ekonomi dikelola agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai institusi ekonomi
ini dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun kebiasaan yang berlaku di
masyarakat tersebut dalam penggunaan sumber daya ekonominya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya.
Sebagai hasil kemufakatan suatu masyarakat/negara, maka
kerangka institusi ekonomi yang berlaku biasanya tidak bersifat statis.
Kemufakatan yang tercapai suatu saat biasanya didasarkan atas perkembangan
aspirasi dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat pada saat itu. Karena
isu-isu dan masalah yang dihadapi terus berkembang maka nilai dan aspirasi dari
masyarakat itu akan cenderung ikut berubah.
Suatu hal yang juga perlu dicatat
adalah walaupun dapat terbentuk berbagai sistem ekonomi yang berbeda, setiap
dan semua sistem ekonomi tersebut tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai
kaidah yang berlaku di ilmu ekonomi. Satu kaidah ekonomi mikro adalah hukum
permintaan dan penawaran, dalam mana harga suatu barang atau jasa tidak dapat
tetap rendah jikalau permintaan meningkat sedangkan penwarannya tidak ikut
meningkat. Dalam sistem ekonomi yang diatur pemerintah, harga ini dapat tetap
rendah tetapi harus disertai dengan adanya subsidi. Suatu kaidah ekonomi pada
tataran makro adalah bahwa kebijakan fiskal pemerintah jikalau tidak dapat
berimbang harus ditutupi oleh pinjaman luar negeri kecuali ditingkatkan pajak
atau/dan ditingkatkan jumlah uang beredar dari segi kebijakan moneter. Kedua
contoh berlakunya hukum ekonomi ini dan implikasinya (dalam contoh: perlunya
subsidi dan perlunya pinjaman luar negeri atau/dan inflasi yang lebih tinggi)
menunjukkan bahwa masalah pembangunan ekonomi yang semakin banyak dapat
terselesaiakan pada tataran sistem ekonomi, melalui berlakunya berbagai kaidah
ekonomi, akan semakin mengurangi permasalahan yang harus diselesaikan pada
tataran sistem politik.
c.
Sistem Ekonomi Indonesia
Sistem ekonomi Indonesia, walaupun
dengan perumusan yang agak beragam, telah dimuat di berbagai ketetapan
perundang-undangan. Dalam Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem
ekonomi dirumuskan sebagai berikut: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
“(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3).
Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD45 sebelum di amandemen maupun di UUD45
setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini sebenarnya telah tersirat jenis sistem
ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada UUD 1945, setelah diamandemen,
ditambah ayat (4) yang secara eksplisit merumuskan sistem ekonomi Indonesia,
yaitu “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional”.
Suatu perumusan lain mengatakan
bahwa : “ Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi
terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah
menimbulkan dan mempertahankan kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi
Indonesia dalam perekonomian dunia.
2. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus
ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya
kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
3. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi
pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan
masyarakat dan cita-cita keadilan sosial.” (GBHN 1993).
Selain di UUD 1945 dan GBHN 1993 itu, berbagai gagasan
sistem ekonomi Indonesia telah diutarakan oleh berbagai pakar ekonomi
Indonesia. Misalnya pakar ekonomi senior Indonesia mengatakan bahwa sistem
ekonomi Indonesia “….pada dasarnya merupaka ekonomi yang dijalankan oleh dunua
usaha swasta walaupun perlu diatur oleh negara...” (Widjojo Nitisastro. “The Socio-Economic
Basis of the Indonesian State”, 1959). Seorang pakar senior lain mengatakan
bahwa “…lima ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasia adalah pengembangan
koperasi..penggunaan insentif sosial dan moral…komitmen pada upaya
pemerataan…kebijakan ekonomi nasionalis…dan keseimbangan antara perencanaan
terpusat dan pelaksanaan secara terdesentralisasi…” (Mubyarto, 1981).
d.
Perkembangan Pemikiran Sistem Perekonomian Indonesia
Sebenarnya Negara Indonesia
merupakan Negara yang sistem ekonominya tidak jelas, banyak orang mengatakan
bahwa bangsa Indonesia selama ini menganut sistem demokrasi terpimpin atau
sistem demokrasi pancasila tetapi tidak sedikit juga orang yang mengatakan
sistem ekonomi bangsa Indonesia adalah sistem ekonomi kapitalisme bahkan saat indonesia
ada dalam orde baru yang di pimpin oleh rezim soeharto itu sedikit
memperlihatkan bangsa indonesia yang sempat menganut sistem ekonomi komunisme
yang sebenarnya sistem ekonomi ini sangat ditentang oleh rakyat pada masa itu.
Indonesia dikatakan menganut sistem
ekonomi tradisional atu demokrasi terpimpin atau sistem ekonomi pancasila itu
memang benar. Banyak bukti yang mendukung perkataan atau statement tersebut.
Setelah bangsa kita merdeka atau paska kemerdekaan bangsa kita dari tangan
penjajah, perekonomian Indonesia itu berdasarkan “asas kekeluargaan”. Asas
kekeluargaan ini digagas oleh ide-ide bapak Hatta yang menurut beliau sistem
inilah yang sangat cocok dengan keadaan bangsa Indonesia saat itu. Dengan ide
inilah beliau membentuk badan perekonomian bangsa yang biasa kita kenal dengan
“koperasi”. Asas kekeluargaan juga berdasarkan UUD 1945 tepatnya pada pembukaan
dan dua pasal pokoknya. Asas kekeluargaan ini secara ekstrisik dijelaskan pada
pasal 33 ayat 1 dan secara instrisik dijelaskan pada pembukaan UUD 1945.
Dalam pasal 33 ayat 1 yang berbunyi,
“ Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, di
sini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai
fondasi dasar perekonomiannya. Dalam cuplikan pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
yang berbunyi ” kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Di sini
juga sangat jelas penggambaran tentang asas kekeluargaan pada kata “keadilan
sosial” yang maksudnya bahwa Indonesia ingin memeratakan perekonomian ke segala
penjuru dan pelosok Indonesia. Dengan melihat pasal dan pembukaan UUD 1945 di
atas asas kekeluargaan dapat digambarkan dengan kebersamaan, gotong royong,
keadilan, persamaan hak dan kewajiban. Sehingga dengan melihat
kandungan-kandungan di atas tersebut dapat menghubungkan sistem ekonomi kita ke
arah sistem ekonomi demokrasi terpimpin atau sisem ekonomi pancasila. Hal ini tergambarkan
dalam TAP No. XIII/MPRS/1966, “Langkah-langkah pertama ke arah perbaikan
ekonomi rakyat ialah penilaian kembali daripada semua landasan-landasan
kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan, dengan maksud memperoleh
keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak
dicapai, yakni masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila.”
Sistem ekonomi Kapitalisme berarti
bahwa mengutamakan kebebasan individu dalam mengatur perekonomian, kebebasan
kepemilikan hak, kebebasan mengembangkan diri, kebebasan dalam mendirikan
perusahaan. semua ini ada dalam sistem perekonomian kita saat ini. Di Indonesia
itu sudah sangat biasa mendengar “kebebasan bertindak”. Semua warga Negara
bebas untuk memilih macam apa pekerjaan yang akan ditekuni, Negara tidak
mengatur dalam hal ini, Negara hanya bisa megawasi. Kemudian semua orang
indonesia bebas mendirikan perusahaan yang mereka inginkan.negara memberi
kebebasan seluas- luasnya kepada warga negaranya. Hak kepimilikan juga suatu
yang sangat lazim terdengar. Tidak ada beritanya bahwa Indonesia merupakan
negagra yang melarang warganya untuk memiliki sebuah perusahaan atau lembaga
ataupun barang-barang lainnya. Hal in juga dipertegas dalam pasal 27 ayat dua
yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.”
Untuk sekarang Indonesia juga sedang
mengembangkan sistem ekonomi syariah. Ditengah kegamangan perekonomian nasional
pasca krisis tahun 1998, realita yang berkebalikan terjadi pada sistem ekonomi
syari’ah. Sistem ekonomi syari’ah telah terbukti ampuh dan lebih resisten di
masa krisis. Perwujudan dari sistem ini adalah sejak tahun 1975 didirikanlah
Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah. Fenomena suksesnya Bank
Muamalat melewati krisis tanpa sedikit pun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) menginspirasi perbankan Indonesia. Kini dunia perbankan berlomba membuka
layanan syari’ah. Data Bank Indonesia tahun 2006 menunjukkan bahwa telah
berdiri 561 Bank Syari’ah. Selain itu juga telah berdiri 25 Asuransi Syari’ah,
Pasar Modal syari’ah, Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi Syariah),
dan Ahad – Net Internasional, serta maraknya kajian ekonomi syari’ah di
berbagai universitas. Atas bukti diataslah Indonesia dapat digolongkan ke dalam
Negara yang sedang menganut sistem ekonomi syariah.
Dalam berbagai model makro untuk
merumuskan tujuan perjalanan suatu perekonomian pada dasarnya ditujukan pada
upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pencapaian kesempatan kerja
penuh (full employment) dan inflasi yang terkendali. Tiga tujuan kebijakan
makro ini pernah menjadi Trilogi Pembangunan pada saat Repelita I (1969-1974)
dengan rumusan pertumbuhan, kesempatan kerja dan stabilitas. Kemudian formulasi
berikutnya sudah lebih jelas sebagai rumusan politik perekonomian dengan
tekanan pada pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan. Jika dalam realitas
kehidupan perekonomian ada dinamika dari waktu kewaktu. Dalam model pertumbuhan
kita mengenal jalur pertumbuhan optimal yang mengantar pada masa keemasan atau
“golden age”9 Di dalam pencarian tingkat pertumbuhan optimal sendiri sering
kita berhadapan dengan persoalan jalur cepat yang menjadikan ekonomi over
heated dan mungkin juga pengharapan yang berlebihan.
Jika dilihat sejarah perekonomian
kita sejak kemerdekaan terlihat adanya pola siklus tujuh tahunan yang menurut
berbagai ahli seperti Emil Salim, Franseda, dan Mubyarto sendiri yang mengutip
pendapat keduanya dapat dijadikan dasar periodisasi perkembangan perekonomian
Indonesia. Sampai dengan akhir 1990an telah dapat dikenali 8 periode
perkembangan perekonomian Indonesia yang mencerminkan gerakan pendulum mencari
bentuk kearah bentuk perekonomian yang ideal. Periodisasi tersebut sekaligus
menujukan bahwa sejak awal 1990an kita sudah mulai sadar akan bahaya
konsentrasi dan konglomerasi. Dan datangnya krisis pada akhir 1997 memperkuat
kesadaran baru untuk membangun ekonomi rakyat. Sehingga periode ini (1994-2001)
oleh Mubyarto dinamakan masa Menuju Ekonomi Kerakyatan dan memang benar
akhirnya lahir Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat yang mengatur dan
memberi pengertian mengenai Sistem Ekonomi Kerakyatan.
Tabel
8 :
Periodisasi
Ekonomi, Laju Pertumbuhan dan Krisis Ekonomi No Tahun Periode Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
I
1945-1952 Ekonomi Perang
II
1952-1959 Awal Penyusunan Ekonomi Nasional
III
1959-1966 Ekonomi Komando (Ekonomi Terpimpin)
IV
1966-1973 Awal Demokrasi Ekonomi
V
1973-1980 Ekonomi Bonanza Minyak
VI
1980-1987 Ekonomi Keprihatinan
VII
1987-1994 Ekonomi Konglomerasi
VIII
1994-2001 Menuju Ekonomi Kerakyatan
IX
2001-2008 Mencari Format Baru
Sumber
: Dikutip dari Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000 hal
222
Namun tetap saja rumusan sistem itu sendiri sebagai
keputusan politik tidak dapat bebas dari dinamika politik.
Pada tabel 8 periode ke IX yang meliputi masa dari 2001-2009
yang menggambarkan transisi pemerintah sebanyak dua kali dengan tiga masa
kepemimpinan yang berbeda.
Periode siklus 7 tahun ke 9 ini lebih tepat diberinama
mencari format baru ekonomi Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa masa ini
kita sebut mencari format baru antara lain sebagai berikut :
a.
Menurut Mubyarto yang mengutip Pidato Presiden Megawati Sukarnoputri pada
tanggal 16 Agustus 2001 konsep ekonomi berakyatan dan ekonomi rakyat belum
jelas pengertian, lingkup dan isinya, sehingga dapat menimbulkan kebingungan.
b.
Dimulainya pemisahan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam
penetapan kebijakan moneter dan perbankan, secara khusus sering disebut masa
dimulainya independesi Bank Indonesia.
c.
Pada masa ini telah terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan
dengan rumusan pasal 33 yang berbeda atau beberapa rumusan penjelasan pasal 33
di hilangkan dan tidak dimasukan ke dalam ayat di dalam pasal 33, terutama yang
menyangkut rumusan koperasi.
d.
Selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri 2001-2004 di bawah duet Menko
Perekonomian dan Menko Kesra telah ditempuh “dual track strategy” dalam
kebijakan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja untuk
penanggulangan kemiskinan.
e.
Dalam visi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Yusuf Kalla
dipertajam lagi secara jelas akan ditempuh kebijakan “triple track strategy”
dengan sasaran pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pengurangan
pengganguran dan jumlah penduduk miskin.
C.
PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyon
Kebijakan kontroversial pertama
presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu
menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan
faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan
pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan
jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah Pada pertengahan bulan Oktober 2006
, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
Djamin,
Zulkarnain. 1993. Perekonomian indonesia edisi dua. Jakarta. lembaga penerbitan fe-ui.
Dumairy.1996.
Perekonomian indonesia. Jakarta. Erlangga.
Linblad,
J. Thomas. 1999. Sejarah ekonomi modern indonesia. Yogyakarta : LP3ES
Arndt,
Heinz W (penyunting), 1994: pmbangunan
dan pemerataan indonesia dimasa orde baru. Jakarta. LP3ES.
Sjarir,
1995. Analisis ekonomi indonesia. jakarta.
gramedia pustaka.
http://perekonomian%20indo/Sejarah%20Perekonomian%20Indonesia%20%20%20Online%20Buku.htm.
Di akses pada tanggal 11-09-2013. Pada jam 09.30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar